Ekonomi Indonesia (7)
Bab 7
Melepaskan ketergantungan pada minyak.
Membangun sector non migas 1982 - 1996
Ada dua gelombang pokok masalah yang menghantam perekonomian
negara. Gel. 1 munculnya tekanan pada neraca pembayaran dan anggaran biaya.
Gel. 2 anjloknya harga miyak hingga titik nadzir yahun 1986, sehingga Indonesia
harus banting stir yang semula mengandalkan migas, menjadi non migas.
Kebijakan Gelombang pertama, 1983 – 1985
Migas
saat itu menyumbang 67 % dari total pemasukan negara. 80 % dikeluarkan untuk
kegiatan rutin dan 20 % digunakan untuk pembangunan. Jelas dampak penurunan
migas membuat Indonesia keteteran dan mengalami tekanan neraca, masalah defisit ganda. Pemerintah cepat tanggap
dengan mengeluarkan kebijakan dan skala prioritas.
1. Devaluasi, (menurunnya nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang luar negeri.) Langkah ini di buat untuk mendorong ekspor dan
mengerem impor.
2. Pengetatan Fiskal,
penghematan anggaran, sisanya yang masih belum tertutup kembali utang ke luar
negeri (mereka pasti nyebutnya simpanan lunak). Dijelaskan pada masa boom minyak negara masih tetap berutang walau
dalam presentase kecil.
3. Deregulasi awal perbankan,
memberikan otonomi kepada bank negeri dan swasta untuk menentukan kebijakan
bunganya.
4. Reformasi Perpajakan,
menstrukturisasi ulang sistem perpajakan (PPh, PPN, PBB, dll…)
5. Reformasi kepabeaan,
pembekuan fungsi kepabeaan apparat bea dan cukai (khususnya bidang impor) dan
mengalihkannya kepada perusahaan internasional yang di kontrak pemerintah, SGS.
Hasil
dari kebijakan itu membuat keseimbangan makro, yang awalnya difisit hingga 7
miliar dollar tahun 81-82 menjadi 1,8 miliar dollar tahun 82-83. Tiap tahun
rata-rata inflasi 15 % menjadi 7,5 % selama 84-85. Peminjaman modal berjalan
mudah, namun kualitas asset yang terbentuk di pertanyakan. Rata-rata
pertumnuhan ekonomi pun hanya dibawah 3 % per tahun.
Kebijakan Gelombang kedua,
1986-1996
Kemrosotan tajam di sector migas
minyak yang semula harganya USD 25/barel menjadi USD 12 USD/barel padahal saat
itu pemerintah telah mencanangkan sasaran pokok dan kebijakan-kebijakan.
Jangka pendek ; mengembalikan
keseimbangan makro
Jangka menengah : memacu ekspor
non migas untuk menggantikan ekspor migas, meningkatkan penerimaan negara
(pajak), meningkatkan peran sector keuangan untuk mendukung dunia usaha.
Devaluasi
lagi,
hingga 31 %, yang semula kurs tetap di ganti jadi kurs mengambang terkendali.
Pengetatan
Fiskal Lagi, melakukan pengetatan dan pemotongan dana lagi.
Reformasi
sector keuangan, membuat persyaratan yang jauh lebih longgar lagi
dimana bank-bank saling berkompetisi.
Deregulasi
perdagangan dan investasi, menghilangkan hambatan administrative pada
ekspor. Prosedur persetujuan investasi di sederhanakan, persyaratan minimum
divestasi diperlonggar.
APA HASIL-HASILNYA?
Keseimbangan
makro pulih, ekonomi tumbuh. Ditandai dengan berkembang pesatnya sector
non migas serta penanaman modal investasi.
Benih-benih
kerawanan, dua factor yang membawa Indonesia ke krisis parah tahun 1997
-
Gelembung Ekonomi (bubbles) yang mulai terbentuk tahun 1990,
-
Lemahnya tata kelola di sector keuangan terutama
perbankan,
Deregulasi all out di bidang keuangan membawa dampak resiko baru – timbulnya
gelembung (bubbles) dan tertinggalnya
goverance (tata kelola), keduanya menjadi
cikal bakal utama dan memperparah krisis yang sedang menunggu di depan pintu.
a. Mengapa
saat kondisi surplus devisa Indonesia masih saja berhutang?
b. Tiap
tahunnya selalu terjadi inflasi terhadap rupiah. Bukankah kedepannya bisa
menjadi boom waktu yang akan menggrogoti keberlangsungan perekonomian suatu
negara?
c. Apa saja
yang membuat APBN terbebani pada saat itu?
d. Mengapa
APBN selalu difisit, apa yang menyebabkan itu terjadi?
e. Apakah
ada penguatan di sistem Pendidikan dan lain-lain? Mengapa pemerintah terlalu
fokus pada masalah di depan mata tanpa menyiapkan generasi jangka Panjang untuk
menyokong perekonomian di masa depan?
f.
Apa dampak jangka pendek dan jangka Panjang dari
devaluasi dan pengetatan fiscal yang dilakukan terus menerus?
g. Saat terjadi
penguatan rupiah waktu gelembung ekonomi
mengapa hal itu malah menjadi masalah? Bukankah akan baik semisal rupiah
menguat atas mata uang lain?
Jawaban akan diberikan di Tulisan
selanjutnya…
Comments
Post a Comment